TINJAUAN METODOLOGI TENTANG PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF, DAN MENYENANGKAN (PAKEM) DALAM ERA GLOBALISASI
Andi Hasanuddin
Guru MAN Wajo
Pendahuluan
Dengan pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi, maka perubahan pesat terjadi dalam bidang pendidikan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya revisi dan pengembangan pendidikan, tujuan pendidikan sering mengalami perubahan perumusan dan pengembangan, serta fasilitas belajar sering mengalami perubahan, serta berbagai peralatan elektronik mulai banyak dipergunakan didalam proses belajar mengajar di sekolah-sekolah.
Hal ini disebabkan pendidikan dimasa kini, dan dari waktu kewaktu menampakkan perkembangan yang sangat pesat diiringi dengan permasalah-permasalahan yang kian kompleks, di tunjang dengan adanya penemuan-penemuan baru dalam IPTEK yang secara langsung yang dapat mempengaruhi proses dan system pendidkan Nasional. Dan tak boleh tidak harus diikuti demi perkembangan dan kemajuan bangsa serta tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam GBHN (1988), Pendidikan Nasional saat ini dititikberatkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan serta perluasan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan menengah, dan dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk penguasaan IPTEK yang perlu disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran IPA dan Matematika.
Adapun perubahan dan perkembangan tersebut dapat kita lihat dengan adanya perubahan dan pembaharuan didunia pendidikan yang menyangkut tentang pembaharuan kurikulum tahun 1975 ke kurikulum tingkat satuan pendidikan yang disingkat (KTSP) yang sekarang dipakai, menyangkut pengajaran, sarana dan prasarana, peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan dan berasifat fungsional dalam kehidupan masyarakat dan bangsa.
Maka dengan sendirinya cara-cara penyampaian pengajaran yang lama perlu dirubah, mengingat metode-metode, serana dan prasarana terus menerus muncul kepermukaan dimana lebih efiesen untuk dipakai, alat yang sederhana dapat diganti dengan alat yang modern.
Pada dasarnya, reformasi pendidikan bergerak kearah belajar, mengajar, dan sekolah dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi dan jaringan ganda “tanpa” batas dengan acuan proses globalisasi, dan individualisasi.. Melalui globalisasi dalam pendidikan, prakarsa reformasi bertujuan untuk memaksimalkan relevaluasi global dan mendatangkan sumber-sumber dukungan dari berbagai penjuru dunia ke sekolah untuk kegiatan belajar mengajar, misalnya program pertukaran internasional, pembelajaran berbasis internet, konferensi melalui video, proyek pembelajaran kolaboratif internasional.
Seperti halnya dengan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, factor penyampaian materi pembelajarannyapun harus lebih diperhatikan dan disesuaikan dengan kurikulum, sarana dan prasarana yang tersedia agar valid dan reliabilitasnya dapat lebih mudah diketahui dan dilihat secara jelas oleh siswa.
Metode-Metode Pembelajaran
Salah satu factor yang langsung mempengaruhi efiesensi dan efektifitas proses belajar mengajar di kelas adalah penerapan/strategi/metode pembelajaran oleh para guru, disamping terhadap meteri pengajaran oleh guru-guru yang bersangkutan. Berbagai penelitian yang dilakukan oleh pakar pendidikan berhasil membuktikan bahwa tingkat penguasaan dan penerapan strategi/metode pembelajaran tertentu oleh guru mempunyai efek dalam derajat tertentu terhadap prestasi siswa yang diajar oleh guru yang bersangkutan. Ada banyak bukti bahwa penerapan secara baik sebuah metode pembelajaran hasilnya jauh lebih baik daripada hasil penerapan secara apa adanya.
Oleh karena itu penerapan metode mengajar sangat perlu digunakan, dengan menerapkan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) dalam pembelajaran diharapkan guru dapat mendorong siswa untuk memiliki kamampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah. Adapaun metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan PAKEM diantaranya adalah :
A. Metode diskusi
Bentuk penyelenggaraan pembelajaran yang lain popular dan sering digunakan ialah diskusi. Metode diskusi ini sangat digemari dan disenangi oleh sebagian orang, karena disamping kita dapat memecahkan ataumenyelesaikan suatu masalah, juga dapat memperluas cakrawala atau wawasan pemikiran, serta melatih diri untuk mengemukakan pendapat dan sekaligus mempertanggungjawabkannya.
Diskusi mengandung usnsur-unsur demokratis. Berbeda dengan ceramah, diskusitidak diarahkan oleh guru; siswa-siswa dibeeri kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Menurut W.James Pophan dan Evi L.Baker (1982), beliau mengatakan bahwa ; “Ada berbagai bentuk kegiatan yang dapat disebut diskusi: dari Tanya jawabyang lalu sampai pertemuan kelompok yang tampaknya lebih bersifat psikoterapis daripada intruksional.
Diskusi dihargai begitu tinggi sehingga seluruh program pengajaran berlangsung melalui diskusi-diskusi sehingga contohnya yang utama yaitu pengajaran yang non direktif. Dalam pemembelajaran ini melimpahkan seluruh tanggung jawab intruksionalnya kepada siswa. Diterangkan antara lain oleh Nathani el Canter di dalam bukunya The Dynamic of Learning (1946), bahwa pembelajaran non direkrit menanggalkan peranan guru sebagai pemberi informasi, pemberi ketegasan, dan penentu batas kedudukan guru dalam pengajaran non direktrik leih mirip kedudukan seorang pemimpin kelompok yang enggan memimpin. Pendekatan ini efktif bagi siswa-siswa yang sudah matang dan membahas topic-topik yang berat.
Dalam kegiatan pembelajaran siswa perlu melibatkan secara langsung, dalam arti bahwa diikutsertakan untuk aktif, supaya jalannya proses pembelajaran berjalan dengan stabil, antara siswa yang satu dengan yang lain, tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran. Dengan melihat pentingnya metode diskusi dalam kegiatan pembelajaran, maka perlu dikemukakan apa yang dimaksud dengan metode diskusi dalam proses pembelajaran.
Metode diskusi adalah salah satu metode yang digunakan oleh seorang pengajar dengan cara penyajian materi pelajaran, dimana siswa dihadapkan dengan masalah-masalah tertentu, seperti yang diungkapkan oleh Sudirman N. dkk. (1989), beliau mengatakan bahwa cara penyajian pelajaran dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematic untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Roestiyah N.K. (1989) Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh guru di sekolah. Di dalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, selain tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semauanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja.
Setelah kita menilik pengertian yang dikemukan oleh para pakar tersebut. Ternyata kedua pengertian tersebut sejalan dan kedua pengertian tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa, metode diskusi lebih banyak melibatkan siswa atau mengaktifkan dalam kegiatan proses belajar mengajar, sebab siswa bukan lagi mendengarkan penjelasan dari guru, tetapi mereka saling tukar menukar pengalaman, informasi, serta memcahkan suatu masalah yang menjadi inti dalam pelajaran tersebut.
Dengan melihat peranan metode diskusi terhadap kegiatan siswa, maka tentunya mempunyai banyak kelebihan, atau keuntungan, seperti yang dikemukakan oleh N.K. Roestiyah (1989) kelebihan metode diskusi adalah :
- Menyadari anak didik bahwa ada masalah yang dipecahkan dengan berbagai jalan dan bukan satu jawaban saja.
- Menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi saling mengemukakan pendapat secara konstuktif/dapat diperoleh suatu keputusan yang lebih baik.
- Membiasakan anak didik suka mendengar pendapat orang lain saklipun berbeda dengan pendapatnya sendiri, membiasakan siswa bersikap toleran.
- Menimbulkan kesanggupan pada anak didik untuk merumuskan pikirannya secara teratur dan dalam bentuk yang dapat diterima oleh orang lain.
Pendapat tersebut di atas relevan dengan kelebihan metode disksui yang telah dikemukakan oleh Sudirman N. dkk. Yaitu :
- Merangsang keaktifan siswa dalam bentu ide, gagasan, prakarsa, dan terobosan baru dalam pemecahan masalah.
- Membiasakan siswa untuk bertukar pikiran dengan teman atau pihak lain dalam mengatasi suatu masalah yang sangat diperlukan bagi siswa setelah kembali kemasyarakat (keluarga dan dunia kerja).
- Keterampilan meyakinkan pendapat, mempertahankan pendapat, menghargai dan menerima pendapat orang lain, sertasikap demokratis dapat dibina melalui diskusi, hal ini sangat diperlukan oleh lulusan sekolah lanjutan atas, apalagi perguruan tinggi.
- Cakrawala berpikir menjadi lebih luas dalam mengatasi suatu masalah.
- Hasil diskusi adalah hasil pemikiran bersama dan dipertanggungjawabkan bersama, yang melibatkan banyak orang. Ini akan lebih baik dari pada hasil pemikiran dan dipertanggungjawabkan oleh seseorang.
Kalau dianalisa kedua pendapat tersebut di atas, maka dapatlah kita berasumsi bahwa, kebaikan-kebaikan metode diskusi, seperti yang telah diungkapkan oleh para ahli diatas, semua mengarah kepada pencapaian tujuan Pendidikan Nasional, yakni menceerdaskan kehidupan bangsa dengan jalan melatih dan membiasakan siswa menganalisa sendiri, mengaktifkan, dan yang paling penting mengajak para siswa untuk mengembangkan kreatifitas dan cakrawala pemikirannya. Hal ini juga sejalan dengan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenagkan (PAKEM), yakni dimana siswa dituntut untuk aktif bertanya kepada temannya serta kreatif dalam mencari jawaban dan pertanyaan yang efektif sekaligus menyenangkan.
Pelaksanaan metode diskusi yang sering dilakukan oleh seorang pengajar memberi peluang kepada siswa untuk berpikir kritis, sistematis dan mengembangkan daya nalar. Hal ini sangat perlu bagi siswa yang sedang berkembang baik dari intelegensinya maupun perkembangan pisiknya, siswa yang sering dilatih dan dibina dengan yang demikian itu, akan senangtiasa berkembang dengan baik dan sesuai apa yang diharapkan.
Perkembangan intelektual siswa tidak akan berkembang dengan baik, bilamana tidak senantiasa dirangsang dengan berbagai macam cara, termasuk diskusi. Metode diskusi adalah salah satunya jalan atau cara mengajar dengan melatih dan membiasakan siswa berpendapat dan sanggup mempertahankannya, begitu pula keterampilan siswa berbahasa lebih baik. Penerapan metode diskusi bagi siswa akan lebih menguntungkan, utamanya siswa yang mempunyai bakat berbicara, begitu pula cakrawala pemikiran siswa dapat menjadi luas dalam mengatasi suatu masalah serta dapat menghargai dan menerima pendapat orang lain.
2. Metode Kerja Kelompok..
Salah satu kegiatan manusia ialah mereka cenderung hidup berkelompok-kelompok, demi untuk mencapai tujuan yang diinginkan, juga dalam kegiatan proses belajar mengajar hal semisal ini tidak lupuk juga. Karena pentingnya kerjada dengan berkelompok untuk memecahkan suatu masalah, maka dalam dunia pendidikan, juga diangkat sebagai salah satu metode mengajar.
Sebagaimana kita tahu bahwa metode kerja kelompok ini dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan proses belajar mengajar dengan cara dimana siswa melakukan kerja dengan berkelompok-kelompok untuk menyelesaikan masalah yang dipelajari secara bersama. Metode ini sebagai salah satu strategi belajar mengajar dimana siswa dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa, mereka bekerja sama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan oleh guru.
Roestiyah N.K. (1989) pengertian kerja kelompok sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar.
Menurut beliau metode ini baik digunakan bila :
1. Untuk mengatasi kekurangan alat.
2. Lebih memperhatikan perbedaan individual siswa dalam bidang kemampuan belajar/minat.
3. untuk memberi kesempatan partisipasi anak.
4. Memberi pengalaman untuk mengorganisir maupun mengolah pengetahuan yang telah dimiliki untuk pemecahan suatu masalah secara kelompok.
5. Untuk pembagian pekerjaan.
6. Melatih kerja kelompok.
Metode ini akan efektif kalau :
- Guru memberi tugas pada masing-masing kelompok yang dilaksanakan tanpa perlu bantuan yang terus menerus dari guru.
- Guru mengamati kegiatan masing-masing kelompok.
- Masing-masing siswa mengetahui dengan jelas apa tugas dan kewajibannya dalam kelompok serta waktu yang tersedia.
Langkah-langkah penggunaan metode ini :
- menjelaskan tujuan dan tugas siswa
- membagi siswa dalam beberapa kelompok.
- membagai dalam pekerjaan kelompok.
- menyimpulkan kemajuan kelompok.
C. Metode Eksprimen
Metode eksprimen dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran dengan cara dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan ingin membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari secara bersama. Dalam proses pembelajaran digunakan metode percobaan ini siswa diberi kesempatan untuk melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu obyek, keadaan, atau proses suatu kejadian. Dengan demikian siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari data baru yang diperlukan mengolah sendiri, membuktikan suatu hokum atau dalil, dan menarik kesimpulan atau proses yang dialami itu.
Roestiyah N.K. (1989) Metode eksprimen adalah salah satu cara mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal; mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatannya itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Sedangkan menurut Sudirman (1989) Metode eksprimen adalah cara penyajian pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.
Kedua pengertian di atas, semuanya memnggambarkan bahwa sasaran utama metode eksprimen ialah mengajak siswa itu sendiri untuk mengalami dan membuktikan apa yang dipelajarinya, sehingga siswa itu bias yakin akan kebenarannya. Di samping itu juga siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri, juga siswa dapat terlatih dalam cara berpikir ilmiah. Dengan eksprimen siswa menemukan bukti kebenaran dari sesuatu teori yang sedang dipelajarinya.
Kalau kita melihat peranan metode eksprimen pada uraian di atas, dalam kegiatan belajar mengajar, maka tentunya siswa lebih menyenangi metode eksprimen, sebab dengan metode ini siswa menyadari dan lebih mengerti apa yang telah dipelajarinya.
Sudirman N dkk. (1989) Keuntungan mengunakan metode ini adalah :
- Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan sendiri dari pada hanya menrima kata guru atau buku.
- Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksploratoris (menjelajahi) tentang sains dan teknologi; suatu sikap yang dituntut dari seorang ilmuan.
- Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaanny, yang diharapkan membawa manfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.
- Hasil-hasil percobaan yang berharga yang ditemukan dari metode ini dapat memfaatkan alam yang kaya ini untuk kemakmuran manusia.
- Metode ini didukun oleh asas-asas didaktik modern antara lain :
- Siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atu kejadian.
- Siswa terhindar jauh dari verbalisme.
- Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat obyektif dan realistis.
- Mengembangkan sikap berpikir ilmiah.
- Hasil belajar akan terjadi dalam bentuk retensi (tahan lama diingat) dan internalisasi (menyatu dengan jiwa raga siswa).
Pelaksanaan metode eksprimen memang perlu diterapkan pada sekolah lanjutan atas ataukah yang sederajat, khususnya dalam pembelajaran IPA dan Matematika untuk meningkatkan mutu pendidikan. Metode eksprimen ini dapat memudahkan penalaran siswa terhadap materi yang disajikan oleh guru, serta dapat menumbuhkan motivasi belajar dan menuntun siswa kearah pembuktian suatu teori melalui eksprimen.
Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
Banyak model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli. Bahkan beberapa orang guru telah mencoba mengembangkannya dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
Ahli-ahli yang telah mengembangkan model-model pembelajaran antara lain Joyce dan Weil. Mereka mengklasifikasi model-model pembelajaran tersebut sebagai berikut.
a. Social Interaction Models (Model-mode Interkasi Sosial)
b. Information Processing Models (Model-model Pemprosesan Informasi)
c. Personal Models (Model-model Pribadi).
d. Behavior Modification Models (Model-model Modifikasi Tingkah Laku).
Sementara itu Adrianne Bank, Marlene Henerson dan Laurel Eu (1981) mengungkapkan 5 (lima) Model Pembelajaran dalam konteks perencanaan program. Model-model pembelajaran dimaksud sebagai berikut.
a. Concept Analysis Model (Model Analisis Konsep)
Model ini digunakan untuk membelajarkan siswa mengenai bagaimana memproses informasi yang berkaitan dengan pelajaran. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa siswa-siswa harus mempelajari semua konsep dasar yang terkandung dalam suatu mata pelajaran dan mereka harus diberi kesempatan praktik yang terarah mengenai klasifikasi dan diskriminasi. Semua ini diperlukan agar mereka mempunyai landasan yang kokoh bagi belajar selanjutnya
Agar guru-guru dapat menggunakan model ini dengan berhasil, mereka harus mampu :
1) memilih konsep-konsep yang berkaitan dengan mata pelajaran yang bersangkutan,yang sesuai dengan tingkat perkembangan atau kemampuan siswa-siswa mereka;
2) menganalisa konsep-konsep tersebut untuk menentukan kadar dan jenis kesulitannya;
3) memantau pemahaman siswa –siswa mengenai masing-masing konsep dan
4) mengatur waktu pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip belajar dan teori perkembangan yang telah diterima.
b. Creativ Thinking Model (Model berpikir kreatif)
Model ini dirancang untuk meningkatkan kefasihan, fleksibilitas, dan orsinilitas yang digunakan siswa-siswa untuk mendekati benda-benda , pristiwa-pristiwa, konsep-konsep, dan perasaan-perasaan. Siswa-siswa yang mempelajari teknik-teknik kreatif diharapkan akan dapat memanfaatkan secara efektif untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam mata pelajaran tertentu.
Agar guru-guru berhasil dalam menggunakan model ini, maka mereka harus mampu:
1) membangun suasana yang memungkinkan bagi diterimanya semua ide atau pendapat,yang tidak hanya karena bermanfaat untuk saat itu saja, tetaoi juga karena keaslian ide-ide dari siswa-siswa serta potensi mereka untuk menuju ke ide-ide dan arah baru;
2) membantu siswa-siswa agar menyadari kekurangan-kekurangan dan kesenjangan-kesenjangan pada penjelasan-penjelasan dan keyakinan-keyakinan yang biasa terjadi;
3) membantu siswa-siswa agar menjadi lebih terbuka dan lebih peka terhadap lingkungan mereka;
4) menjamin tiadanya suasana yang formal atau seperti sedang dites, yang biasanya dapat menggangu kreativitas dan berpikir orisinil siswa, dan
5) memberikan stimuli ( rangsang) yang akan menawarkan praktik untuk berpikir yang jernih.
Selanjutnya perlu dicatat bahwa model ini menitiberatkan pada pemprosesan informasi dan keterampilan-keterampilan pertumbuahan pribadi.
c. Experiential Learning Model (Model Belajar melalui Pengalaman)
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk memperlakukan lingkungan mereka dengan keterampilan-keterampilan berpikir yang tidak berhubungan dengan suatu bidang studi atau mata pelaajaran khusus. Model ini didasarkan pada temuan-temuan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak-anak berinteraksi dengan aspek-aspek lingkungan mereka yang membingungkan atau nampak bertentangan. Oleh sebab itu, apabila model ini digunakan, waktu belajar harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkembangkanrasa ingin tahu siswa-siswa, dan yang mampu menyedot seluruh perhatian mereka. Hal ini maisalnya berupa kegiatan bermain dengan atau melakukan suatu terhadap benda-benda konkrit atau bahan-bahan yang memungkingkan mereka melihat apa yang terjadi pada benda atau bahan tersebut.
Model ini menitiberatkan pada cara-cara memproses informai, pertumbuhan pribadi, dan keterampilan berinteraksi social.
d. Group Inquiry Model (Model Kelompok Inkuiri)
Model ini mengajar anak-anak untuk bekerja dalam kelompok untuk menginvestigasi topic-topik yang kompleks. Mode ini beranggapan bahwa kemampuan untuk mengikuti dan menyelesaikan tugas-tugas dalam lingkungan kelompok adalah penting baik dalam situasi dalam kelas maupun yang bukan di ruangan kelas. Anak-anak yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pemecahan masalah dalam kelompok demikian ini akan memiliki keterampilan-keterampilan social yang diperlukan untuk mendekati berbagai mata pelajaran dengan cara produktif.
Apabila guru-guru ingin menggunakan model ini secara efektif, maka mereka harus mampu :
1) membantu siswa-siswa merumuskan situasi-situasi yang menarik atau mengandung teka-teki, yang dapat diterima untuk penelitian atau yang layak diteliti;
2) mengajarkan keterampilan-keterampilan untuk melakukan penelitian dan evaluasi tingkat dasar yang diperlukan bagi inkuiri yang berhasil;
3) membantu siswa-siswa mempelajari keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk kerja kelompok yang berhasil; dan
4) memberi kesempatan kepada siswa-siswa untuk menyelenggarakan kegiatan- kegiatan kelompok dan mengambil keputusan-keputusan kelompok mereka sendiri.
e. The Role-Playing Model (Model Bermain Peran)
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk praktik menempatkan diri mereka di dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran mereka terhadap nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan oran g lain. Bermain peran dapat membantu mereka untuk memahami, mengapa mereka dan orang lain berpikir dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan. Dalam proses mencobakan peran orang-orangh yang berbeda dari mereka sendiri, siswa-siswa dapat mempelajari baik perbedaan maupun persamaan tingkah laku manusia dan dapat menerapkan hasil belajar ini dalam situasi-situasi kehidupan yang nyata.
Agar guru-guru dapat menggunakan model ini secara efektif, mereka harus mampu:
1) menyajikan atau membantu siswa-siswa memilih situai-situasi bermain peran yang tepat;
2) membangun suasana yang mendukung, yang mendorong siswa–siswa untuk bertindak seolah-olah tanpa perasaan malu;
3) mengelola situasi-situasi bermain peranan dengan cara sebaik-baiknya untuk mendorong timbulnya spontanitas dan belajar; dan
4) mengajarkan keterampilan-keterampilan mengobservasi dan mendengarkan sehingga siswa-siswa dapat mengobservasi dan mendengarkan satu sama lain secara efektif dan kemudian menafsirkan dengan tepat apa yang mereka lihat dan dengarkan.
Demikianlah 5 (lima) model pembelajaran yang dikemukakan oleh ketiga ahli tersebut, sekedar untuk memperluas wawasan pembaca mengenai pembelajaran.
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu langkah untuk memiliki satrategi itu ialah harus menguasi teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar.
Metode mengajar adalah system penggunaan teknik-teknik di dalam interaksi dan komunikasi antara guru dan siswa dalam pelaksanaan prodgram belajar mengajar sebagai proses pendidikan. Proses mengajar mempunyai dua aspek, yakni aspek ideal dan aspek teknis. Secara ideal harus selalu diingat bahwa belajar mengajar adalah sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, yang menjadi pedoman utama adalah bagaimana mengusahakan peerkembangan anak didik yang optimal, baik sebagai perseorangan maupun sebagai anggota masyarakat. Aspek ideal ini harus tertanam dalam sikap dasar seorang guru sebagai pendidik dan diwujudkan dalam cara pendekatan guru terhadap siswa sesuai dengan tahap perkembangannya, serta dilaksanakan, baik secara individual atau kelompok maupun secara klasikal.
Mengenai aspek teknis metode mengajar perlu dikemukakan bahwa bermacam-macam teknik dapat digunakan dalam interaksi dan komunikasi itu.
Penutup
Makalah ini dapat bermakna jika dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama, isinya relevan dengan kurikulum, yang berarti model-model pembelajaran yang disajikan di dalamnya sesuai dengan visi, misi, isi, dan strategi pengembangan kurikulum yang berlaku. Kedua, model-model pembelajaran tersebut mudah dipahami dan diterapkan oleh guru dalam pembelajaran di sekolah. Ketiga, potensi model-model itu untuk meningktakan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Keempat, potensi model-model yang dikembangkan dalam makalah ini untuk mendorong kreatifitas guru dalam mengelola pembelajaran.
Mendorong guru menggunakan berbagai alat Bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
Dengan menerapkan PAKEM dalam pembelajaran diharapkan guru dapat mendorong siswa untuk memiliki kemampuan beroikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah.
Referensi
B. Suryobroto, 1986, Metode Pengajaran Di Sekolah, Yokyakarta: Amarta Buku.
Direktorat Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, 2003, Model Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, 2003. Strategi Penyusunan Model Mtematika, Yokyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika, Departemen Pendidikan Nasional.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, (1989), Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Jakarta: Depdikbud.
Nana Sudjana, 1988, Cara Belajar Siswa Aktif Dan Proses Belajar Mengajar, Bandung : CV. Sinar Baru.
Sudirman N.dkk., 1989, Ilmu Pendidikan, Bandung: CV, Remaja Karya.
W. James pophan dan Evi L. Baker, 1982, Teknik Mengajar Secara Sistimatis, Jakarta : Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar